Berikut ini adalah pikiran atau konsep
dari bapa-bapa gereja tentang Keesaan dan ketritunggalan Allah,.
1. Yustinus Martir
Perintis awal yang mencoba
menempatkan kebenaran Allah dalam pemikiran Yunani adalah Yustinus Martir, seorang bapa gereja dari
Timur. Hakekat Allah bagi
Yustinus awalnya adalah satu sebelum penciptaan, akan tetapi setelah penciptaan
Allah bukan hanya satu tetapi tiga sebagai Bapa, anak dan roh kudus. Sebelum penciptaan, Allah adalah satu sebagai
Logos, akan tetapi saat penciptaan itu dimulai, maka logos pun hadir dalam tiga
fungsi. Bapa menampilkan logos sebagai pencipta dan pemelihara dunia. Anak
menampilkan logos dilihat sebagai yang menyatakan kebenaran kepada manusia.
Sementara Roh Kudus ,menampilkan Roh dari logos itu sendiri, sehingga Allah dilihat sebagai Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Secara langsung atau tidak langsung pernyataan atau penjelasan terkait
hakekat Allah telah terbagi menjadi 3.
2.
Theodatus
Theodatus termasuk salah satu pemikir aliran Monarkhianisme. Monarkhianisme berasal dari akar kata Yunani yakni mone arkhe yang berarti prinsip tunggal.
Model monarkhianisme hadir sebagai
pertentangan dengan gagasan pluralitas Allah di atas. Prinsip ini sebenarnya lahir dari ketakutan akan kehilangan keesaan Allah oleh pengakuan
Kristen akan keallahan Yesus Kristus. Maka mereka mulai mencari jalan,
bagaimana hubungan Yesus dengan Allah bisa dipikirkan tanpa menghilangkan
keesaan absolute Allah.[1] Menurut Theodatus dari byzantium, Yesus hanyalah manusia biasa yang diangkat oleh Allah sebagai anaknya pada saat
pembabtisan melalui Roh kudus (berupa burung merpati). Memiliki kekuatan yang
berasal dari Allah tidak membuat yesus lalu menjadi sejajar dengan Allah atau
menjadi Allah, melainkan Ia hanya berstatus seperti anak yang diadopsi. Paham
ini sering disebut sebagai paham Adoptianisme.
3.
Eusibius dan Arius
.Eusibius dan Arius adalah Penggagas konsep monarkianisme
modalis. Ia sangat kuat memberi tekanan kepada keesaan
Allah, tetapi akibatnya kebhinekaan pribadi Allah dikorbankan. Menurutnya,
Allah sajalah yang patut disebut sebagai Allah, sedangkan kristus hanyalah
ciptaan Allah yang tidak lebih tinggi
atau setara derajadnya dengan Allah. [2]
pandangan ini setara dengan pandangan dari Arius.
Arius adalah pastor dari gereja Bacilius di Alexandria. Arius melihat bahwa Allah Bapa lebih besar
dari Anak Allah yang pada gilirannya lebih besar daripada Roh kudus. Arius tidak percaya
bahwa ada hirarkhi dalam diri Allah. Maka Arius menempatkan monoteisme
radikal dengan mengatakan bahwa bahwa hanya Bapa sajalah Allah, diluar Bapa bukan Allah hanya
ciptaan yang dingkat oleh Allah. Arius
mengajarkan bahwa Sang Bapa sajalah yang benar-benar Allah. Ia adalah pribadi
yang transenden, kekal, mutlak dan benar. Tentang Yesus Kristus atau sang Anak,
Arius mengakui keberadaannya sejak kekal bersama dengan Sang Bapa, tetapi Ia
tidak setara dengan Sang Bapa. Dia (Yesus) adalah ciptaan yang dibentuk oleh
Sang Bapa sebulum permulaan waktu. Sebagai ciptaan Keilahian Sang Anak berada
setingkat di bawah Keilahian Sang Bapa. Kendati demikian Sang anak tidak bisa
disejajarkan dengan ciptaan yang lain karena Dia adalah ciptaan yang sempurna
dari Sang Bapa. [3]
Selain itu, meurut
Arius Hakikat kristus berubah, berkembang. Ia semakin disempurnakan oleh Allah melalui
kebijaksanaan dan kuasa. Hal ini membuat sampai Kristus seperti demi-god
(setengah dewa) atau malaikat, sehingga hakikat Kristus adalah campuran:
tubuh manusia dengan jiwa malaikat.[4]
Jadi kesatuan Substansi Antara Sang Bapa dan Sang Anak tidak diakui oleh Arius.
4. Origenes
Origenes berasal dari Alexandria. Sebagai
orang yang hidup dalam ruang lingkup Yunani yang kaya akan berbagai ajaran
Filsafat, origenes selalu berusaha agar setiap pengajarannya dapat
dipertanggungjawabkan secara Ilmiah. Karena itu teologi Origenes bertolak dari
unsur-unsur gnostik dan filsafat Yunani.[5]
Tidak seperti Arius yang cenderung menyangkal ketritunggalan Allah, Origenes
lebih memilih untuk menerima bahwa Yesus Kristus dan Roh Kudus sebagai Allah.
Sebab menurutnya apa yang dilahirkan dari Allah adalah Allah. Namun, meski
menerima Yesus dan Roh Kudus sebagai Allah, origenes tetap melihat keduanya
secara keilahian ada pada sisi sekunder. Sebab keilahian mereka (Yesus dan roh
kudus) di turunkan dari Allah. Untuk menggambarkan relasi antara ketiganya
origenes menggunakan istilah hypostasis, yang bagi dia berarti
keberadaan/ keberadaan diri/pribadi. Bagi Origenes, Putra dan Roh berlainan dengan Bapa sebab hypostasis (keberadaan) mereka, tetapi mereka adalah satu karena hakikat
mereka homo-ousios (Sehakikat). Sang Anak dan
Roh Kudus dijadikan dalam kekekalan bersama Sang Bapa. Dalam kekekalan inilah ketiganya tidak terpisahkan
bahwa Bapa adalah kekal, Anak adalah kekal dari sang
Bapa, dan Roh adalah Kekal dari Sang Bapa dan Sang Anak. Ketiganya adalah
keabadian, tidak terdapat masa waktu didalamnya yang ada hanyalah masa kekinian
yang kekal.[6]
5. Tertulianus
Trinitas dalam konsep Tertulianus berarti Una Substantia Tres Personae yang
artinya Tiga pribadi (Bapa, Anak dan Roh Kudus) menyatu dalam substansinya atau “satu hakikat, tiga
pribadi”. Substantia
bagi Tertullianus, adalah bahan dasar dari suatu hal. Bapa, Anak dan Roh Kudus
mungkin pribadi yang berbeda, tetapi mereka tidak terdiri dari tiga substansi
yang berbeda, melainkan berasal dari satu substansi, sebab Anak dan Roh Kudus
"bergabung dengan Bapa dalam substansi-Nya. Secara personae ketiganya
memiliki bentuk masing-masing. Namun, pada hakekatnya memiliki satu Kuasa,
satu kekekalan, satu keabadian. Hal
inilah yang menghubungkan ketiganya Personae
tersebut.
Bagi Tertulianus, Allah berfirman melalui Logos, dan Logos itu sendiri
adalah Sang Anak. Sementara Roh Kudus sejak semula bersama-sama dengan Allah, tetapi
ketika Kristus ditinggikan, Roh Kudus itu keluar dari Bapa dan Anak, seperti
buah yang keluar dari pohonnya.
Meskipun mengakui ketiganya dalam keesaan tetapi tertulianus tetap memberikan
tingkatan-tingkatan pada posisi Sang Bapa, Anak dan Roh Kudus. Bahwa posisi
sang anak dan roh kudus setingkat leih rendah di bawah sang bapa. Inilah yang
mereduksi konsep trinitas itu sendiri. [7]
Ø Konsep Allah Tritunggal dari Teolog Modern.
Setelah melihat beberapa
pikiran tentang Allah Tritunggal pada zaman Gereja Purba, maka selanjutnya kita
akan melihat bagaimana pendapa para teolog modern dalam mengartikan konsep
Allah Tritungga. Dalam paper ini penulis hanya akan menulis tentang konsepr
trinitas dari Karl Barth. Berikut penjelasannya:
Menurut Karl Barth Allah
yang sama telah melakukan pengulangan diri sebanyak tiga kali. Sebagai hasil
dari pengulangan diri itu Allah tampil dalam tiga pribadi. Allah Sang Bapa
adalah Pribadi Pertamasekaligus Sumber dan dasar dari keAllahan. Ia adalah
anonim, ia adalah kekekalan dan sebuah misteri. Di dalam kekekalan sang bapa
mengulan dirinya untuk hadir secara baru. Hasil dari pengulangan diri ini
adalah sang anak. Setelah ada sang anak, sang bapa tidak berhenti berkarya
melainkan bersama sang anak keduanya berkarya. Bukan sebagai dua Allah tetapi
sebagai 1 Allah dengan 2 pribadi.
Selanjutnya sang bapa dan
sang anak dalam kesatuan kehendak dan karya mengulang diri secara bersama-sama
. Hasil dari pengulangan diri keduanya ialah hadirnya pihak ke tiga yaitu Roh
Kudus. Seabagai yang keluar dari sang bapa dan sang anak, roh kudus menjadi
pengikat yang mempersatukan sang bapa dan sang anak. Maka jadilah tiga diri yang
berbeda dari Allah yang satu karena pengulangan diri rangkap 3 daru Allah. Sang
bapa, sang anak dan roh kudus adalah allah yang satu dan sama dengan tiga diri
yang berbeda. Sang bapa bukanlah anak dan roh kudus karena ilalah sumber
kealahan. Sang anak bukanlah sang bapa dan roh kudus karena ia berasal dari
sang bapa. Roh kudus bukan bapa dan anak karena ia berasal dari bapa dan anak. Demikianlah ringkasan tentang trinitas menurut
Karl Barth.[8]
[1] Kirchberger, George, Allah
Menggungat sebuah dogmatika Kristiani (Maumere: EDALERO, 2007), hal. 172
[2] Ebenhaizer. I. Nuban Timo, “Allah Menahan Diri Tapi Pantang Berdiam Diri” (KDT : 2012 ), hal.
77
[3]
Ibid, 77-78
[4]Lohse, Benhard, “Pengantar Sejarah Dogma Pemikiran Kristen” (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1994), Hal. 59
[5]
Van Den End Th, “Harta dalam bejana” (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2001), Hal. 68
[6] Ibid., Lohse,
Benhard, hal. 60
[8]Ibid. Ebenhaezer, “Allah menahan diri....” hal. 80
" שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד. ואהבתא את יהוה אלהיך בכל לבבך ובכל נפשך ובכל מאדך ואהבתא לרעך כמוך. "
BalasHapus⬇
" Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad. V'ahavta et YHWH ( Adonai ) Eloheikha bekol levavkha uvkol nafsheka uvkol meodekha v'ahavta lereakha kamokha. "
⬇
" Dengarlah, hai Israel: YHWH ( Adonai ) Elohim kita, YHWH ( Adonai ) itu satu. Dan kasihilah YHWH ( Adonai ) Elohimmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. "
( Ulangan 6 ay 4 - 5, Imamat 19 ay 18, Markus 12 ay 29 - 31 ). 🕎✡🐟✝🕊🇮🇱