Sabtu, 14 Oktober 2017

Teologi Pembebasan dalam Perjanjian Baru (PB)



Pada kesempatan sebelumnya kita telah membahas tentang teologi pembebasan dalam perjanjian lama dan pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang teologi pembebasan perjanjian baru. Tulisan ini akan menjelaskan tentang beberapa peristiwa sebagai bentuk dari pembebasan yakni peristiwa Penyaliban dan kebangkitan Yesus,  pengusiran setan yang dilakukan Yesus di danau Geraza dan peristiwa penyembuhan yang dilakukan Petrus kepada Orang yang lumpuh.  Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Kristus Sebagai Pembebas
Jika membaca perjanjian baru, maka fokus dari pemberitaannnya adalah tentang Yesus Kristus. Yesus menjadi puncak Mahakarya Allah dalam sejarah manusia untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa dan penindasan. Kedatangan Yesus merupakan anugerah bagi manusia dan dunia, karena melalui-Nya terjadi pemulihan baik dalam relasi antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan  alam. Inti dari kematian dan kesengsaraan Yesus tidak lain adalah sebagai penyelamat dan pembebas. Sebagai penyelamat artinya Yesus bertindah secara Vertikal untuk mendamaikan manusia dan Allah. Setelah manusia jatuh dalam dosa di taman eden maka ada jarak antara manusia dan Allah. Kisah di taman Eden tidak  berhenti begitu saja, manusia selanjutnya terus melakukan perlawanan terhadap perintah Allah sepanjang generasi yang ada. Keterputusan itu secara bertahap mulai diperbaiki Allah lewat nabi-nabi utusan-Nya. Tetapi, manusia belum benar-benar terbebas dan menyatu dalam Allah karena dosa mereka tidak benar-benar terhapus. Dalam tradisi Israel kuno, untuk menebus dosa  maka seseorang harus melakukan ritual-ritual tertentu tetapi itual itu tidak dapat mengahapus dosa secara permanen. Ketika orang itu melakukan dosa lagi, maka ia wajib untuk mempersembahkan korban dan melakukan ritual lagi untuk mengahapus dosa yang dilakukan. Realita ini tentu membuat manusia tergantung pada persembahan korban sebagai syarat penghapusan dosa dan hidup dibayang-bayangi oleh dosa. Yesus melalui kematian-Nya, mempersembahkan diri sebagai korban penyucian dosa yang permanen dan selama-lamanya bagi Semesta. Manusia tidak lagi hidup dalam bayang-bayang maut dan dosa melainkan manusia telah terbebas dari kuasa dosa dan ritual-ritual penghapusan dosa. Inilah makna Yesus sebagai penyelamat. Sedangkan pembebas selain mempunyai makna secara vertikal juga bermakna horizontal yakni Ia datang untuk merobohkan tembok-tembok agama, hukum, politik, kekuasaan yang menindas dan mendiskriminasi kaum lemah. Yesus semasa hidup-Nya melakukan banyak kritik untuk tokoh-tokoh agama, pemerintah dan masyarakat yang berlaku tidak benar. Yesus sebagai pembebas juga tergambar melalui karya-karya-Nya yang menyembuhkan dan memulihkan  orang sakit, melepaskan stigma buruk yang melekat dalam diri orang lemah hingga membangkitkan yang mati. Dengan karya tersebut ia membebaskan manusia dari jeratan penyakik dan beban batin yang menyengsarakan mereka. jadi terlihat sudah bahwa hidup, karya, ajaran, kematian dan kebangkitan Yesus merupakan anugerah yang menyelamatkan dan membebaskan manusia. Ia  adalah pembebas untuk keselamatan spiritual maupun sosial.

 2.    Yesus Membebaskan orang yang Kerasukan
Dalam hubungan dengan teologi pembebasan kita mengenal ada beberapa macam jenis teologi pembebasan salah satu di antaranya ialah pembebasan dari kuasa dosa. Entahlah kerasukan setan merupakan dosa atau bukan, tetapi menurut saya keadaan ini perlu tindakan pembebasan. Kristus dalam kesaksian injil-injil Markus 5:1-20, bnd. Matius 8:28-34 & Lukas 8:26-39 menceritakan tentang Yesus Kristus mengusir roh jahat dari seseorang yang ia jumpai di danau Geraza. Orang yang kerasukan menghampiri Yesus dari daerah kuburan bahkan ia sendiri tinggal di pekuburan dan bukan di dalam rumah. Kondisi orang ini sangat memprihatinkan, roh jahat yang merasukinya menguasai sepenuhnya hidup orang tersebut. Ia menjadi sangat berbahaya dan tidak dapat dikontrol oleh orang-orang di sekitarnya. Markus memberikan keterangan lebih rinci tentang kondisi orang tersebut: ia menjadi ancaman bagi dirinya sendiri dan orang lain. Masyarakat telah mencoba untuk mengikat orang itu dengan rantai namun ia selalu mampu melepaskan dirinya dari ikatan rantai tersebut sehingga orang-orang pun menjadi putus asa dan membiarkannya begitu saja.
Markus menuliskan “tidak ada seorangpun yang menjinakkannya (subdue/ damazo).” Kata damazo merupakan kata yang biasa digunakan ketika seseorang menjinakkan seekor binatang liar. Jadi  orang yang terbelunggu oleh kuasa jahat itu telah menjadi sama dengan binatang dan diperlakukan persis seperti seekor binatang. Ketika Yesus melihat orang yang kerasukan tersebut, Yesus telah terlebih dahulu memerintahkan mereka untuk keluar dari tubuh orang tersebut. Namun roh-roh jahat itu  memohon kepada Yesus untuk tidak menyiksa mereka. Meskipun demikian pada akhirnya Ia mengusir roh jahat itu dari tubuh orang tersebut.
Yesus melakukan pengusiran setan menurut saya bukan hanya untuk menampilkan kemahakuasaan-Nya sebagai Anak Allah tetapi juga karena kasih-Nya kepada sesama. Yesus ingin mengembalikan orang kerasukan itu pada dirinya yang sebenarnya sehingga orang itu tidak tertindas, dipermalukan, dikucilkan bahkan dianggap seperti binatang buas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dua arah, di satu sisi Ia bertindak sebagai yang berkuasa atas roh jahat dan di sisi lain ia adalah pembebas bagi manusia.
3.  Kisah penyembuhan yang dilakukan Petrus Kisah 3:1-10
Nats ini mengisahkan tentang penyembuhan yang dilakukan Petrus kepada orang yang lumpuh sejak lahirnya. Dalam ilmu hermeneutik ada berbagai bentuk metode tafsir yang bisa digunakan untuk memahami suatu teks. Tetapi saat ini saya tidak akan menggunakan secara rinci dan lengkap ayat pasal ini dengan menggunakan metode-metode tersebut melainkan saya akam melihat teks ini dengan paradigma teologi pembebasan.
Dalam konteks hidup zaman Yesus bahkan zaman perjanjian lama, orang miskin, orang cacat, kusta, buta, tuli, bisu dianggap menjijikan dan ditolak bahkan dikucilkan dalam masyarakat. Mereka harus berjuang sendiri dengan keras untuk mengahadapi stigma dan bertahan hidup. Petrus dengan iman teguh pada Yesus dan kuasa yang diberikan Yesus, membebaskan seseorang yang lumpuh sejak lahir. Yang Petrus lakukan merupakan sebuah pembebasan transformatif, sebab ia telah melakukan perubahan besar dalam hidup orang lumpuh itu. Ia mentransformasi keadaan fisik dari lumpuh menjadi bisa berjalan. Ia juga mentransformasi kehidupan sosial orang tersebut, dari yang dipandang hina dan berdosa menjadi orang yang layak diterima dalam masyarakat.

Kesimpulan
Setelah membahas singkat tentang dasar teologi pembebasan dalam perjanjian baru maka saya menyimpulkan, pembebasan selalu memiliki dua unsur yakni unsur spiritual dan sosial. Pembebasan yakni mendamaikan antara manusia dengan Allah (spiritual) dan mendamaikan relasi antara manusia dan manusia sehingga tidak terjadi ketimpangan sosial. Metode yang digunakan Yesus dalam membebaskan manusia adalah dengan mengajar. Tujuan dari ajaran Yesus adlah untuk menanamkan nilai-nilai baru bagi manusia agar manusia dapat berbenah menjadi lebih mengasihi seorang akan yang lain. Kondisi ini oleh saya dilihat sebagai sebuah upaya pembebasan gagasan. Artinya, manusia zaman itu telah terkungkung dalam gagasan atau ide atau strigma yang membatasi dirinya dengan sesama karena faktor-faktor tertentu. Ajaran Yesus sejatinya ingin membuka kungkungan itu agar manusia tidak terperangkap di dalamnya sehingga dapat menciptakan keseimbangan dalam masyarakat. Di Era ini, perlu juga pembebasan gagasan. Dari gagasan indivualistis menjadi sosialis. Dari hedonis  dan konsumtif menjadi ugahari. Dari nepotisme, korupsi dan kolusi menjadi transparan dan jujur. Sehingga pada satu titik nanti, akan terjadi keseimbangan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar