Minggu, 15 Oktober 2017

Sekilas Arti dan Latar Belakang Teologi Pembebasan



Teologi pembebasan adalah kata majemuk yang terdiri kata “teologi” dan “pembebasan”. Teologi berasal dari bahasa Yunani Theologia yang dari kata Theo yang berarti Tuhan  dan logos yang berarti Ilmu. Jadi, secara etimologi, teologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang tuhan-tuhan atau Tuhan, khususnya secara legendaris dan filosofis. Sedangkan kata “pembebasan” awalnya merupakan reaksi terhadap istilah “pembangunan” yang hidup subur baik di Amerika Latin maupun di bagian bumi lainnya. Istilah “pembangunan” sesunggunya membawa misi tentang sistem ekonomi politik liberal kapitalis. Sistem tersebut mengiming-imingkan tentang kesetaraan hidup dan kesejahteraan di antara setiap warga yang berperan serta dalam sistem, baik dari segi modal maupun tenaga. Namun, seiring berjalannya waktu sistem ini justru semakin bersifat menindas. Di mana yang miskin dikondisikan sesistematis mungkin agar tetap menjadi miskin dan yang kaya terus melambung jauh menjadi kaya. Alhasil terciptalah hungungan ketergantungan sepihak antara yang lemah kepada yang kuat. Situasi ini oleh CELAM II disadari sebagai Institutionalized Violence (kekerasan yang menginjak si miskin yang melembaga). Kondisi ini tentu telah melenceng jauh apa  dari yang disebut “pembangunan” dan yang tertinggal hanyalah penindasan sehingga istilah yang cocok dan dibutuhkan adalah istilah “pembebasan”.
Sekilas, teologi pembebasan menurut Gutierrez adalah refleksi kritis atas praksis kristiani dalam terang sabda Allah. Assman mengatakan bahwa Teologi pembebasan refleksi kritis atas proses sejarah pembebasan dalam arti iman yang muncul dari tindakan. menurut  Eta Linnemann yang dimaksud dengan teologi pembebasan adalah: “teologi yang memperhatikan situasi dan penderitaan orang miskin. Keinginannya tidak lain daripada membela dan memihak kepada hak orang miskin”. Jadi berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Teologi Pembebasan adalah suatu pemikiran teologis yang muncul di Amerika Latin dan negara-negara dunia ketiga yang lain sekaligus merupakan suatu pendekatan baru yang radikal terhadap tugas teologi dimana titik tolaknya mengacu pada pengalaman kaum miskin dan perjuangan mereka untuk kebebasan, dimana Allah juga hadir di dalamnya

Menurut para teolog pembebasan, teologi pembebasan dibedakan menjadi 3 jenis tetapi saling berhubungan satu dengan yang lain, yakni:
1.      Pembebasan dari belengggu ekonomi, politik, sosial atau alienasi kultural atau kemiskinan dan ketidakadilan.
2.      Pembebasan dari kekerasan yang melembaga yang menghalangi terciptanya manusia baru.
3.      Pembebasan dari dosa yang memungkinkan manusia masuk dalam persekutuan dengan Tuhan dan sesama manusia.
Konsep tentang teologi pembebasan berakar pada beberapa penyebab yang berlangsung secara bertahap dan kontinyu, yakni:
Pertama, pada abad ke-16, seorang uskup berdarah Spanyol, Bartolome de Las Casas, mengadakan perjuangan untuk membela kaum Indian yang menjadi korban penindasan orang-orang Spanyol. Pembelaannya begitu gigih dan mengesankan sehingga para pelopor Teologi Pembebasan belakangan memandangnya sebagai “Musa Teologi Pembebasan Amerika Latin.” Kedua, munculnya peristiwa-peristiwa dan gerakan-gerakan religius serta sekuler pada pertengahan abad ke-20, Grenz, 20th Century 211bahwa:  Seperti Teologi Politik di Eropa dan Teologi Radikal di Amerika Utara yang dicetuskan oleh J. B. Metz, Jurgen Moltmann dan Harvey Cox. Dalam gagasan teologinya, Metz telah meletakkan beberapa dasar pemikiran yang kelak menjadi metode bagi Teologi Pembebasan, khususnya pada peranan politik praksis sebagai titik tolak refleksi teologis. Ketiga, dihasilkannya dokumen Gaudiumet Spes (1965) oleh Konsili Vatikan II, yang menekankan pertanggungjawaban khusus orang-orang Kristen terhadap mereka yang miskin dan yang dirundung penderitaan. Kemudian muncul apa yang disebut sebagai konferensi para Uskup Amerika Latin (CELAM II) yang menghasilkan dokumen Medellin (1968), yang inti perumusannya berbunyi Demi panggilannya, Amerika Latin akan melaksanakan kebebasannya apapun pengorbanan yang diberikan. Keempat, situasi konkret di Amerika Latin, negara-negara di Amerika Latin telah menjadi korban kolonialisme, imperialisme dan kerja sama multinasional. Hal ini terjadi karena adanya ketergantungan ekonomi negara-negar Amerika Latin kepada Amerika Serikat (khususnya), yang pada akhirnya banyak merugikan kepentingan Amerika Latin sehingga menimbulkan keresahan-keresahan sosial.

Melihat sejenak ke belakang, sejak depresi dunia pada tahun 1930-an, perekonomian negara-negara di Amerika Latin begitu bergantung pada ekspor barang mentah ke Eropa dan Inggris. Sebaliknya, mereka mengimpor komoditas pabrik. Sesudah Perang Dunia II, harga barang-barang mentah jatuh di pasaran dunia. Akibatnya perekonomian negara-negara itu kacau. Mereka juga tak mampu mengimpor barang-barang pabrik. Namun karena mementingkan pertumbuhan ekonomi, industrialisasi maka mereka menciptakan kesenjangan sosial yang begitu tajam. Kaum proletar yaitu kelas buruh yang tumbuh dengan cepat. Inflasi melambung, biaya hidup membubung, ketidakpuasan meluas, situasi politik menjadi tegang dan labil. Kudeta terjadi di mana-mana dan membuahkan pemerintahan diktator, kondisi tersebut mengundang gerakan di berbagai bidang. Begitu juga dibidang keagamaan, kalau selama ini gereja di Amerika latin setia berpandangan teologi Barat (Eropa), yang berkutat hanya pada memahami Tuhan dan iman dan menghimbau agar bertahan mengahadapi penderitaan serta menghibur kaum miskin dan orang tertindas, maka melalui teolog pembebasan seperti Guiterrez dkk, mulai sensitif terhadap fungsi dan peran gereja dalam dunia yang penuh penindasan. Kemudian pihak geraja melibatkan diri dan berpihak pada rakyat yang tak berdaya. Rakyat harus disadarkan bahwa kemiskinan dan ketebelakangan bukan nasib turunan. Rakyat harus dipintarkan, kemudian geraja mempolopori pembebasan memalui intelektual dengan mendirikan beberapa universitas. Gerakannya ini justru melebar ke Dunia Ketiga yang memiliki persoalan sama antara lain ke Afrika dan Asia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar