ISLAM
DAHULU vs ISLAM MASA KINI
Durasi penyebaran awal Islam Indonesia dalam kisaran abad ke-7 hingga 13
Masehi. Penyebarnya berasal dari Arab, Persia, dan India (Gujarat, Benggala).
Profesi para penyebar umumnya pedagang, mubalig, wali, ahli-ahli tasawuf,
guru-guru agama, dan haji-haji. Mereka menyebarkan Islam lewat sejumlah
saluran. Saluran-saluran ini berlangsung dalam enam aras, yaitu perdagangan,
perkawinan, tasawuf, pendidikan, seni dan tawaran pembentukan masyarakat
egalitarian dalam strata sosial.
Tatkala para pedagang asing menetap – baik sementara waktu ataupun
seterusnya – mereka perlahan-lahan membangun pemukiman di daerah setempat.
Banyak di antara pada saudagar Islam yang kaya sehingga menarik hati kaum
pribumi, terutama anak-anak kaum bangsawan, untuk menikahi mereka. Namun, para
pedagang menganggap pernikahan dengan penganut berhala tidak sah. Mereka
mensyaratkan bahwa untuk menikah, penduduk Indonesia harus masuk Islam dengan
mengucapkan syahadat terlebih dahulu. Proses pernikahan singkat, tidak melalui
upacara yang panjang-lebar, membuat kalangan pribumi semakin menerima
keberadaan orang-orang asing berikut agama barunya ini.
Mukimnya pedagang Islam dalam kegiatan perdagangan (sekadar transit atau
menetap), membuat mereka berkembang biak di sekitar wilayah pelabuhan. Pola ini
mampu mengembangkan pemukiman Islam baru (disebut koloni). Ini menjelaskan
mengapa Kerajaan Islam nusantara selalu berawal dari wilayah-wilayah pesisir
seperti Bone, Banjar, Banten, Demak, Cirebon, Samudera Pasai, Ternate, Tidore,
Bacan, Jailolo, Hitu, ataupun Deli.
Islam yang masuk ke Indonesia maupun kerajaan-kerajaan pada zaman dulu
mengambil rupa yang lebih damai apabila dibanding dengan metode masuknya bangsa
Eropa. politik damai itu melahirkan simpati kelompok lokal yang semula memeluk
agama asli (agama suku) menjadi penganut Islam yang rajin.
Di kawasan wilayah Maluku, Kerajaan Ternate menjadi pintu masuk bagi agama
Islam Maluku. Bahkan di Ternate kesultanan ternate dengan suka rela mengirimkan
anggota kerajaannya hanya untuk memperdalam agama Islam dan bermisi untuk
menyebarkan agama Islam di seanteru daerah kekuasaannya termasuk sebagian
Minahasa (yang termasuk daerah kekuasaan Kerajaan Ternate), Ambon, Lease dan
Papua. Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh kerajaan ternate menggunakan
metode dakwah dan Islamisasi bagi komunitas tertentu berdasarkan agama
Sultan/Raja mereka. Kesadaran historis bahwa Ternate adalah pintu masuknya
Islam di Maluku membuat kerajaan Ternate/kesultanan Terate dan sebagian besar
masyarakatnya masih memegang teguh hukum-hukum Islam sebagai penata kehidupan
beragama dan bermasyakarat. Isu isu syariat Islam yang berkembang di ternate
serta keadaaan masyarakat Ternate, Bacan, Jailolo yang cendrung eksklusif
terhadap agama non Kristen dapat dipahami sebagai buah dari kesadaran historis
tersebut untuk tetap mempertahankan Islam sebagai agama “murni“ masyarakat
setempat. Kesadaran untuk memperjuangkan Islam sebagai Agama Tunggal di Maluku
utara (ternate dan sekitarnya) juga merupakan refleksi dari peristiwa traumatis
yang ditinggalkan Portugis, Spanyol, dan Belanda (pembawa agama Kristen).
Kekristen yang hadir di wilayah Maluku cenderung menggunakan kekerasan dan
politik adu domba yang sempat memecahkan beberapa kerajaan besar Maluku. Oleh
karena itu para pemeluk agama Islam menolak kekristenan dari dulu hingga saat
ini di mana kekristenan dikenal sebagai agama yang membawa peperangan.
Sayangnya, Wajah Islam yang sering menempuh cara damai ini, apabila
dibandingkan dengan wajah Islam Indonesia masa kini, maka akan didapati bahwa
Islam masa kini telah jauh melenceng dari metode para leluhurnya yang dulu.
Politik damai yang digunakan kini berganti wajah menjadi politik identitas
dengan tujuan yang buruk yakni menguasai dan menaklukan pemeluk agama
non-Islam. Masih teringat jelas apa yang tejadi antara bulan Oktober tahun 2016
lalu hingga bulan april tahun 2017 lalu, di mana para Ormas Islam dengan
brutalnya melakukan aksi demonstrasi untuk menolak calon wakil gubernur jakarta yang berstatus pemeluk agama
Kristen/Non-Islam dengan tuduhan penistaan agama. apa yang dilakukan memang sekilas murni untuk membela kesucian ajaran Islam namun tak bisa disangkal bahwa proses-proses demonstrasi yang dilakukan juga sarat akan gejala politik. agama kembali lagi dipolitisir untuk mengamankan capaian politik segelintir orang. Berdasarkan peristiwa penolakan yang dilakukan hampir di
seluruh Indonesia itu tersirat ada 3 hal penting menurut saya :
1. Islam sebagai Agama Mayoritas dipolotisir oleh
sebagian orang untuk kepentingan kekuasaan.
2. Segelintir orang tersebut ingin membangkitkan
kesadaran Historis bahwa Islam adalah agama Mayoritas, agama Pertama (jika dibandingkan dengan agama kristen) yang
menginjakan kaki di Indonesia sehingga Indentitas negara sebagai negara Islam
harus dijunjung tinggi.
3. Membangkitkan kesadaran Historis di hati dan pikiran
masyarakat Indonesia bahwa sedari dahulu semenjak islam masuk di indonesia,
posisi pemerintahan mulai selalu dipegang oleh mereka yang beragama Islam. Oleh
karena itu posisi tersebut tidak harus tenggelam hanya karena semangan
Kebinekaan di Indonesia.
4. Kebencian terhadap Orang Kristen karena berbeda Agama
dan karena sejarah kekristenan yang lebih banyak menyisakan kekerasan dan
penindasan bagi masyarakat Indonesia.
4 hal di atas tentu tidak bisa
dilepaspisahkan dari sejarah masuk dan berkembangnya islam dari dahulu hingga
saat ini.